Susahnya Menjadi Orang Baik

Mungkin bisa dibilang, tulisan kali ini sudah lama berada di dalam draft saya, dan saya biarkan sampai berdebu karena saya tidak tau bagaimana harus menulis dan menyampaikannya.

Susahnya Menjadi Orang Baik

Mungkin bisa dibilang, tulisan kali ini sudah lama berada di dalam draft saya, dan saya biarkan sampai berdebu karena saya tidak tau bagaimana harus menulis dan menyampaikannya.

Tanggal 18 Desember 2017 silam, ramai sekali berita tentang seorang personil boyband korea telah meninggal dunia, Kim Jong-hyun, bunuh diri. Seolah tahun 2017 yang lalu belum berhenti mengejutkan kita semua, karena lagi-lagi bunuh diri kembali memakan korban, setelah sebelumnya dunia dikejutkan atas meninggalnya Chester Bennington dengan alasan yang sama.

Sebagai seseorang yang sedikit mengikuti K-Pop, saya pun tau bahwa menjalani hidup sebagai idol K-Pop tidaklah mudah. Atau bisa dibilang, hidup menjadi seorang public figure memang tidak bisa dibilang gampang. Ada batasan-batasan dan aturan-aturan yang harus siap dijalani ketika memilih jalan hidup sebagai seorang public figure. Tidak jarang, aturan-aturan dan batasan-batasan tersebut memunculkan perasaan depresif kepada mereka yang menjalaninya.

Respon masyarakat terhadap berita kematian Kim Jong-hyun pun mengalir secara cepat di internet. Ada yang turut berduka, bahkan beberapa fans K-Pop tidak sanggup menahan kesedihan melihat idola mereka telah tiada. Ucapan simpati dan turut berduka terus bergulir di timeline twitter saya. Beberapa orang pun memunculkan gerakan untuk memberikan bantuan kepada siapa saja yang sedang menderita depresi. Orang-orang saling menguatkan dan mendoakan satu sama lain.

Sampai kemudian ada sebuah akun lawak di sosial media yang menertawakan berita duka tersebut. Seolah pilihan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri terdengar sangat lucu dan memang layak untuk ditertawakan bersama. Tanpa ada rasa simpati sedikit pun.

Timeline sosial media yang pada awalnya ramai dengan berita duka mendadak menjadi panas, karena semua orang akhirnya beramai-ramai mengkritik atas apa yang dikatakan oleh akun lawak tersebut. Seolah timeline sosial media belum cukup panas, tiba-tiba muncul foto yang mendadak viral diduga sebagai admin dari akun lawak tersebut. Semua orang berlomba-lomba untuk menghujat serta mencemooh foto dari terduga si pelaku tersebut.

Then body shaming and bullying everywhere.

Berita duka di timeline seketika tergantikan dengan berbagai macam ujaran kebencian yang datang silih berganti. Seolah-olah si pelaku memang layak mendapatkannya.

Saya tidak ingin membicarakan mengenai betapa depresi dapat merenggut nyawa seseorang, because i know it’s not my capacity.

Saya hanya ingin membicarakan betapa manusia dengan mudahnya mengungkapkan ujaran kebencian. Hate speech.

Ntah lah, mungkin dengan semakin mudahnya akses internet yang diiringi dengan semakin berkembangnya teknologi, saya rasa manusia semakin susah untuk berbuat baik dan bersimpati. Apakah teknologi memang diciptakan agar manusia saling membenci?

Menurut saya, tidak usah lah kita berpikir muluk-muluk berbuat baik dengan datang ke medan perang untuk menyelamatkan dunia. Bahkan untuk sekedar pernyataan “tolong”, “maaf” dan “terima kasih” saat ini sangat susah untuk dilakukan.

Betapa mudahnya kita saling mengolok-olok dan memberikan ungkapan penuh kebencian kepada seseorang yang bahkan belum kita kenal di sosial media. Sadar atau tidak, apa yang kita ungkapkan di sosial media dapat memberikan efek kepada orang lain, sekecil apapun itu.

Pernahkah kita berpikir berapa banyak orang yang mendadak tertawa terbahak bahagia ketika melihat postingan kita di sosial media? Sebuah postingan yang mungkin bahkan tidak kita anggap penting, ternyata mampu menghadirkan tawa di sela-sela beratnya hidup seseorang.

Pernahkah kita berpikir berapa banyak orang yang mendadak sedih dan sakit hati terhadap ucapan kita di sosial media? Hanya sebuah comment singkat yang mungkin secara tidak sadar kita berikan, ternyata menghancurkan mood seseorang dalam hitungan detik atau bahkan menghilangkan semangat hidup seseorang.

Mengerikan.

Jadi, jika kita tidak mampu berbuat baik, paling tidak kita diam. Tidak usahlah kita ikut serta dalam membenci satu sama lain. Paling tidak dengan diam, kita tidak memperkeruh suasana dan terbawa arus, sehingga memberikan ujaran kebencian satu sama lain dan menanamkan budaya saling membenci.

Sebegitu susahnya kah menjadi orang baik?