Keputusan untuk Menikah
Bagi teman-teman terdekat, mendengar kabar bahwa saya akan menikah tentu saja mengejutkan.
Bagaimana tidak, seorang Deniya yang memiliki cita-cita (dan sedikit obsesi) untuk menikah umur 27 tahun, tiba-tiba saja memberi kabar bahwa akan menikah di umur 23 tahun.
Respon teman-teman saya pun bermacam-macam mulai dari "Kenapa tiba-tiba sekali? Turut berbahagia ya!" hingga "HAMIL DULUAN YA?!". Kemudian respon tersebut diikuti dengan pertanyaan selanjutnya, "Kenapa muncul keinginan menikah?", dan tidak lupa pertanyaan, "Yakin?".
Mengambil keputusan untuk menikah bukan hal yang mudah. Banyak sekali ketakutan-ketakutan dalam diri saya sebelum memutuskan untuk menikah mulai dari "Jika menikah saya akan merasa terkekang, dan tidak dapat berkembang dari sisi skill, serta knowledge" hingga "Bagaimana kalau ternyata we can't fit each others?".
Ketakutan-ketakutan tersebut terus berada di pikiran saya selama berhari-hari dan mengakibatkan sulitnya tidur ketika malam.
Semua pikiran dan ketakutan tersebut, kemudian saya sampaikan kepada pasangan. Tidak jarang saya menangis ketakutan. Separah dan sesulit itu.
Beruntung saya bertemu dengan seseorang yang memilih untuk mengerti dan mendengarkan, ketika saya berada di posisi yang teramat kalut. Kemudian kami pun saling menguatkan.
Pada posisi sulit tersebutlah pada akhirnya saya memutuskan untuk mantap menikah.
Saya memutuskan untuk menikah, bukan karena saya tau bahwa akan bahagia ketika bersama dirinya. Tapi saya tau, walau dalam kondisi sesulit apapun, kami akan mampu melewatinya bersama, tanpa ada pikiran untuk saling meninggalkan.
Kami memutuskan untuk menikah, bukan karena kami dapat saling membahagiakan. Tapi kami percaya, bahwa kami dapat menertawakan manis pahitnya hidup bersama.
Bukan berarti ketakutan tersebut menghilang, begitu saya memutuskan untuk menikah. Ketakutan tersebut masih ada dan terkadang muncul kembali.
Semua orang memang hidup dengan ketakutannya masing-masing. Saya pun demikian. Tapi kita selalu punya tempat untuk membuang ketakutan-ketakutan tersebut, yaitu yang dari dulu sampai sekarang kita sebut Tuhan.
Maka kuncinya, ya yakin saja. Yakin kepada pasangan, serta yakin bahwa Tuhan akan membawa kehidupan saya menjadi lebih baik.
Untuk itu, mohon doanya.
Teruntuk semua keluarga, sahabat dan rekan. Terima kasih atas segala ucapan dan doanya kepada kami.